Latest News

Friday, February 15, 2008

Bagaimana Karakter Melahirkan Perspektif


Ketika saudara-saudara Yusuf melihat, bahwa ayah mereka telah mati, berkatalah mereka: "Boleh jadi Yusuf akan mendendam kita dan membalaskan sepenuhnya kepada kita segala kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya."

Sebab itu mereka menyuruh menyampaikan pesan ini kepada Yusuf : "Sebelum ayahmu mati, ia telah berpesan:

Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu." Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya.

Juga saudara-saudaranya datang sendiri dan sujud di depannya serta berkata: "Kami datang untuk menjadi budakmu."

Tetapi Yusuf berkata kepada mereka: "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?

Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.

Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga." Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya. Kejadian 50:15-21


Yusuf meletakkan seluruh hidupnya dalam suatu perspektif pada pasal terakhir kitab Kejadian. Selama musim kelaparan yang hebat, saudara-saudaranya datang merendah dan menyembah padanya, sama persis dengan apa yang dia bayangkan tahun-tahun sebelumnya. Tapi daripada memakai kekuasan untuk menghukum mereka, dia mengatakan berikut ini :

Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni
memelihara hidup suatu bangsa yang besar. (Kejadian 50:20)


Bagaimana seorang membangun perspektif Tuhan yang langka ini? Apa yang memampukan Yusuf untuk menahan diri dari jenis pembalasan yang kebanyakan dari kita akan tergoda untuk lampiaskan dalam keadaan seperi ini? Jawabannya satu kata : karakter, karena Yusuf telah menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah karakternya Tuhan, maka dia dapat menangani dan mengelola perspektif yang cocok dan menggunakan kekuatannya untuk memberkati saudara-saudaranya daripada menyiksa mereka melalui pembalasan.

Bagaimana seorang pemimpin berhubungan dengan situasi kehidupan mengajarkan Anda tentang karakternya. Krisis tidak diperlukan untuk membentuk karakter, namun pasti menunjukkan hal tersebut. Keadaan genting adalah jalan pintas yang membuat orang memilih satu dari dua jalan : karakter atau kompromi. Setiap kali ia memilih karakter, maka dia akan semakin kuat meski pilihannya bisa membawa dia kepada konsekuensi negatif (ingat bagaimana Yusuf harus berakhir di penjara). Pembentukan karakter adalah jantung pembangunan kita sebagai pemimpin.

Jika Anda ingin memiliki perspektif Tuhan, buatlah kepastian untuk membangun karakter. Itu hanya satu-satunya jalan seperti halnya Yusuf telah mengingatkan kita tentang hal itu.

Sumber: Maxwell Leadership Bible

Proses Pembentukan Tuhan


Masa yang paling sukar dalam kekristenan adalah ketika kita masuk dalam tahap pembentukan Tuhan. Bukan ketika rumah tangga kita diambang kehancuran, bukan pula ketika penyakit kita tidak dapat disembuhkan lagi, atau ketika keadaan ekonomi kita goncang, karena biasanya justru pada saat-saat seperti itu kita menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan.

Setiap orang tidak pernah menyesal pada saat bertobat, pada waktu dijamah oleh Tuhan, pada waktu diubahkan oleh Tuhan, pada waktu menerima keselamatan dari Tuhan. Penyesalan biasanya terjadi waktu kita mengalami proses dari Tuhan.

Billy Graham berkata to receive Christ cost nothing, to follow Christ cost something but to serve Christ cost everything.

Waktu kita memutuskan untuk mengikut Kristus, Allah mulai memproses kita. Yesus berkata: Barangsiapa yang tidak mau memikul salibnya, menyangkal dirinya, dia tidak layak bagi-Ku. Yesus juga berkata: Roh memang penurut tetapi daging lemah.

Mengapa Allah perlu memproses kita?

1. Karena Allah ingin kita mengandalkan DIA.
2. Karena berjalan dengan kekuatan sendiri itu berbahaya. Berjalan dalam kekuatan sendiri akan berakibat kejatuhan.

Alkitab berkata terkutuklah orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri. Oleh karena itu kita harus kembali bergantung dengan Tuhan, karena kita mempunyai Tuhan yang tidak pernah mengecewakan kita.

Alkitab berkata: jika suatu rumah diusir roh jahatnya, maka rumah itu bersih, dan ketika setan mendapati rumah itu kosong dan bersih, maka setan akan membawa tujuh setan lagi untuk tinggal di rumah itu. Artinya orang Kristen yang sudah bertobat dan hidup setengah-setengah maka kondisinya akan lebih berbahaya.

Dalam Alkitab ditulis, yang berani menyangkal Kristus adalah Petrus dan Yudas, keduanya adalah murid Kristus dan sangat dekat dengan Kristus. Alkitab juga berbicara wanita yang berzinah dan diampuni dosanya oleh Yesus, maka wanita itu bertobat. Sementara Yudas selama 3,5 tahun mengiring Yesus, dan melihat Tuhan banyak membuat mujizat, tetapi hatinya telah menjadi batu. Ini berarti Yudas adalah orang yang bertobat dan menerima keselamatan tetapi tidak mau diproses oleh Tuhan.

Lewat hidup yang terproses, kehidupan kita akan menjadi kesaksian yang besar. Kadangkala kita tidak perlu bicara tetapi orang dapat melihat kuasa Kristus dalam hidup kita.

Hambatan Pembentukan

Hambatan-hambatan yang sering terjadi pada saat proses pembentukan oleh Tuhan :

1. Keras kepala dan keras hati.
2. Bersungut-sungut. Bersungut-sungut membuat kita melihat keadaan dari sisi yang negatif dan menakutkan.
3. Tidak sabar. Dalam menghadapi masalah sering kita ingin masalah kita cepat-cepat selesai, sedangkan Allah ingin menyelesaikan persoalan sampai tuntas. Tetapi Abraham dengan sabar menanti janji yang akan diberikan kepadanya.

Sumber: Pdt. Gilbert L

FOKUS!!


Tidak seorang pun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk, dapat melihat cahayanya. Matamu adalah pelita tubuhmu. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu, tetapi jika matamu jahat, gelaplah tubuhmu."(Lukas 11:33-34)

Phrase "jika matamu baik" dalam King James Version :when thine eye is single, ini adalah suatu ekspresi tentang fokus, pikiran yang terpusat, tujuan yang terpusat. Dengan kata lain, waktu kita fokus, maka pikiran kita akan dibanjiri dengan ide-ide kreatif untuk menggenapi tujuan kita. Tetapi kreativitas tidak akan dilepaskan kalau pikiran kita tidak fokus.

Ada kekuatan di saat kita fokus. Hal ini bisa kita pelajari dari terang. Terang yang difokuskan memiliki kekuatan yang luar biasa. Misalnya saja: terang matahari yang difokuskan lewat kaca pembesar bisa membakar kertas, sinar laser yang bisa mengoperasi tanpa menyayat tubuh, sinar laser yang bisa memotong baja dsb. Sinar yang terfokus dengan sinar yang tidak terfokus memiliki kekuatan yang berbeda dan prinsip yang sama juga berlaku untuk area-area dalam kehidupan kita.

Jadi fokus dan kekuatan yang ada pada fokus membuat segala informasi tentang ide-ide memusat pada satu titik dan menghasilkan suatu kekuatan. Paulus juga berbicara tentang mengarahkan seluruh kekuatan, memfokuskan pada sasaran dalam Filipi 3:13-14. Dia tidak mau terlibat dalam hal-hal yang tidak menguntungkan pencapaian tujuannya walaupun dia mungkin memiliki kebebasan untuk melakukan hal tersebut.

Yesus pun adalah pribadi yang sangat fokus pada tujuan-Nya. Di hadapan Pilatus Dia dengan penuh keyakinan menyatakan alasan keberadaan-Nya di bumi ini (Yohanes 18:36-37 To this end was I born, and for this cause came I into the world). Dia menyadari bahwa untuk bisa mencapai tujuan-Nya ada sengsara (salib) yang harus Dia lewati. Tetapi Dia fokus terhadap sukacita yang ada di balik salib tersebut.

Dalam Amsal 4:25-27 ditulis, "Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka. Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." Ayat ini berbicara tentang prinsip untuk tetap fokus pada tujuan kita.

Setan akan "mengganggu" kita dari pencapaian kita akan tujuan kita. Dan dia akan menggunakan beberapa cara untuk "mengganggu" kita :

a. Tipuan

Hal ini terjadi waktu kita menerima kebohongan sebagai suatu kebenaran, hal yang invalid sebagai hal yang valid. Yesus pun pernah dicobai untuk menjadi raja tanpa melalui proses salib.

b. Salah Tempat

Setan akan berusaha mengeluarkan kita dari lokasi dimana kita mendapat support lingkungan dan hubungan agar kita bisa menggenapi tujuan kita. Ada banyak orang Kristen yang tidak mau komit dengan suatu gereja tertentu karena ada konflik dengan orang-orang di gereja tersebut yang sebenarnya justru Tuhan tempatkan untuk membantu mereka menggenapi tujuan mereka.

c. Kekacauan

Kalau ini terjadi maka segalanya akan berantakan. Pada waktu itu Saudara akan bertanya-tanya, mengapa saya sampai di sini? Bagaimana saya sampai di sini?

d. Iri Hati

Iri hati adalah roh kompetisi. Waktu Saudara tidak melihat lagi tujuan Tuhan bagi Anda sedangkan Anda malah melihat tujuan Tuhan bagi orang lain, maka iri hati mulai muncul. Saudara mulai berkompetisi dengan orang tersebut dan kehilangan fokus. Setiap kita memiliki sebuah tujuan yang spesifik dari Tuhan (Yohanes 3:27), karena itu jangan sampai kita disibukkan dengan mengurusi tujuan Tuhan bagi orang lain. Petrus pernah melakukan ini. Yesus sementara bernubuat kepada dia, tetapi dia "lebih sibuk" mengurusi apa yang akan Tuhan kerjakan dalam kehidupan Yohanes! (Yohanes 21:15-23)
Fokus juga bukan berarti kita tidak sadar dengan keadaan sekeliling kita, tetapi fokus adalah kita tetap sadar akan keadaan sekeliling namun kita konsensrasi pada apa yang Tuhan mau untuk kita kerjakan. Tuhan Yesus memberkati.

Sumber: cityharverstchurch

BARU SETIAP HARI

�Hari ini, yah seperti biasanya... saya ke kantor, menyiapkan dokumen-dokumen, menghubungi beberapa klien, membuat surat, ... seperti biasanya...� Kalimat pembuka seperti ini mungkin sering kita baca di blog, atau di buku harian kita sendiri, sebelum kita menceritakan tentang satu hal yang benar-benar berbeda yang terjadi hari itu, atau mungkin kita hanya menuliskannya sampai di situ saja, benar-benar hari yang sama seperti yang biasanya kita lalui. Tapi pernahkah kita merenung sejenak dan bertanya pada diri sendiri, benarkah hari ini sama saja seperti hari-hari sebelumnya?

FirmanNya berkata �Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!� (Rat 3:22-23).

Setiap hari adalah sesuatu yang baru, itulah kebenarannya. Memang tidak bisa dipungkiri kalau ada saat-saat kita sempat merasa jenuh, namun jangan biarkan rasa bosan itu menjadikan kita seperti robot yang hanya �hidup� sesuai program. Setiap hari adalah sebuah kesempatan baru untuk melakukan hal-hal yang terbiasa kita lakukan dengan lebih baik lagi dan kesempatan untuk melakukan hal-hal yang selama ini belum pernah kita lakukan.

Selain itu, ada satu hal penting yang sering terlupakan karena padatnya aktivitas kita sehari-hari... Apa yang istimewa dari manusia, yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain, adalah pilihan atau kehendak bebas untuk mencintai atau tidak mencintai. Sebesar apapun prestasi dan keberhasilan kita, setinggi apapun jenjang karir dan penghasilan kita, tanpa kasihNya, semua itu akan terasa tidak berarti. Kasih Tuhan itu bersifat universal, mengalir dari Dia melalui kita dan juga melalui orang lain.

Saya pernah sedang memikirkan kejenuhan akan rutinitas setiap hari di kantor saat sedang berjalan kaki ke rumah. Tiba-tiba di ujung jalan ada seorang ibu yang sedang menggendong anaknya dan bersenandung. Saya sedikit tersentak dan kemudian menyadari hal ini... bahwa sering satu hal yang terhilang dari keseharian kita adalah kasih. Sering tanpa sadar kita menjadi mudah mengabaikan orang lain, keluarga kita, orang-orang yang tinggal seatap dengan kita, kerabat, atau teman-teman kita karena terlalu disibukkan oleh pekerjaan. Cobalah renungkan sejenak, apakah kita benar-benar telah mengenal dan menjalin hubungan dengan mereka?

Kita bisa sibuk sepanjang hari, dan terus berulang-ulang sepanjang minggu, tapi tanpa kasih semua itu akan terasa hampa. Sepertinya kita sedang menjalani rutinitas tanpa henti, untuk kemudian menjalaninya lagi di minggu berikutnya. Meski ada pencapaian-pencapaian kecil, juga ada pencapaian yang lumayan besar, seperti promosi, peningkatan karir, dan lainnya, tapi tetap saja... tanpa kasih semua itu hanya rutinitas kosong yang lama-lama bisa membuat hati kita menjadi dingin...

Tuhan mau kita efektif dan efisien, memegang prinsip, mempunyai tujuan dan fokus, serta konsistensi untuk mencapai itu semua, tapi terlebih lagi Dia tidak mau kita kehilangan kasih dan akhirnya menjadi dingin. Semua hal yang kita lakukan ada di urutan prioritas yang berbeda dan punya porsi yang berbeda. Kalau hal-hal itu dilakukan secara berlebihan atau kurang, maka akan menjadi tidak seimbang. Ada banyak bukti yang mendengungkan bahwa kebahagiaan itu tidak bisa didapatkan �hanya� dengan kemajuan karir yang pesat, penghasilan yang besar, popularitas, atau berbagai penghargaan. Banyak orang yang memiliki itu semua dan mengaku tidak bahagia, atau bahkan masih mempertanyakan seperti apakah kebahagiaan itu. Bukan berarti semua pencapaian mereka itu salah, tapi mereka menjalani semuanya tanpa kasih.

Setiap hari Tuhan memberikan anugrah dan berkat yang baru, kalau saja kita lebih jeli melihat dan merasakannya. Salah satu berkatNya yang abadi adalah kasih... Sudahkah anda menemukan sesuatu yang baru hari ini?

Sumber: fs-cbni

APA YANG ANDA ANDALKAN ?

�Confidence� adalah sebuah kepercayaan, sebuah kepastian dalam pikiran atau keyakinan yang teguh akan integritas, stabilitas, atau kebenaran akan sesuatu, atau keyakinan dalam kebenaran dan realitas dri sebuah fakta.

Membangun �confidence� adalah hal yang sangat penting, namun untuk dapat melakukannya, terlebih dahulu kita harus mengerti arti dari �confidence� itu sendiri. Kata �confidence� berakar dari kata �confide�, yang berasal dari bahasa Latin �confido�, dimana �con� berarti dengan, dan �fido� berarti mempercayai atau meyakini. Jadi, secara harafiah, �confidence� berarti dengan kepercayaan / keyakinan atau menempatkan kepercayaan / keyakinan pada sesuatu. Singkatnya, �confidence� adalah mengenai kepercayaan / keyakinan. Kita menempatkan keyakinan kita pada hal-hal yang kita percayai dapat kita andalkan.

Kita semua mempunyai �confidence�, dan menginvestasikannya dalam jumlah atau kadar yang berbeda-beda pada berbagai hal atau benda. Renungkan tentang hal ini. Ketika anda membuat keputusan untuk duduk di kursi favorit anda, maka anda menempatkan �confidence� pada kemampuan kursi itu untuk menopang anda. Ketika anda sakit, anda pergi ke dokter dan dia memberi anda resep. Anda membeli obat-obatan seperti yang telah dituliskan dalam resep dan mulai meminumnya, menempatkan �confidence� anda pada integritas dokter tersebut dan pada kemampuan obat-obatan itu untuk menjadikan anda sembuh.

Kita juga menempatkan kadar �confidence� yang cukup besar pada orang-orang dan berbagai sumber informasi. Koran, radio, dan program-program TV, website, buku-buku, dan majalah, adalah media dimana kita menginvestasikan sejumlah besar �confidence�. Kita mengandalkan mereka untuk menyediakan informasi yang akurat dan benar. Kita juga menempatkan �confidence� pada makanan yang kita makan. Kita yakin bahwa sesuatu itu baik untuk kita dan kita memakannya, atau kita yakin bahwa apa yang kita makan itu tidak menimbulkan efek yang negatif, dan karena itu kita memakan apa yang kita inginkan. Dalam setiap situasi, sadar atau tidak kita menempatkan �confidence� pada sesuatu. Sebesar apa �confidence� yang kita investasikan dan dimana / pada apa kita menginvestasikannya adalah sebuah cerminan langsung dari apa yang menjadi kepercayaan atau keyakinan utama kita.

Kepercayaan utama kita menentukan dimana kita menempatkan �confidence� kita
Mereka merupakan nilai-nilai dan beberapa sudut pandang utama yang menjadi pusat dari hidup kita, pola pikir yang kita pegang erat. Bayangkan sebuah apel merah yang besar di hadapan anda. Sekarang bayangkan anda mengambil alat pengiris apel dan menekan apel itu ke dalamnya. Apa yang terjadi? Alat itu memotong apel menjadi beberapa irisan, meninggalkan sepotong inti di bagian tengahnya. Sekarang lihatlah lebih dekat, apa yang anda lihat? Bijinya. Inti apel tersebut mengandung beberapa biji kecil yang menghasilkan apel itu. Dengan cara yang sama, beberapa kepercayaan atau keyakinan utama kita mengandung biji-biji yang menghasilkan diri kita seperti sekarang ini.

Alkitab mengatakan sebagaimana dia berpikir di dalam hatinya (inti dari siapa dia sebenarnya), maka dia akan menjadi seperti apa yang dia pikirkan. Jadi apa isi pikiran anda? Apa nilai-nilai dan beberapa sudut pandang utama yang anda pegang erat dan anda pertahankan jika ada seseorang yang menyerangnya? Semua itu menyatakan kepercayaan atau keyakinan utama anda dan menentukan kadar serta dimana �confidence� anda diletakkan. Bagaimana anda mengetahui dimana anda meletakkan �confidence� anda? Lihat area-area dimana anda menghabiskan paling banyak waktu, uang, energi dan perhatian anda. Area-area itulah yang anda yakini baik untuk anda, dan disanalah anda menempatkan �confidence� anda.

Dimana anda menempatkan �confidence� anda?
Bisa saja pada pendidikan anda, jabatan kerja anda, hubungan-hubungan, rekening bank, agama, pemerintahan, atau hal-hal yang lain. Kebenarannya adalah, kita seharusnya tidak menempatkan �confidence� yang sangat besar pada hal-hal selain kepada Tuhan. Mengapa? Karena Dia tidak pernah berubah. Semua hal lain bisa berubah, pekerjaan, lokasi, dan kondisi keuangan bisa berubah. Perubahan ini juga terjadi dalam hubungan-hubungan, kesehatan, pendidikan, dan lainnya dalam hidup kita. Namun Tuhan tidak pernah berubah!

Saya mendorong anda untuk melihat lebih dalam lagi kepada kepercayaan atau keyakinan utama yang anda miliki. Mulailah meletakkan �confidence� anda yang terutama kepada Tuhan. Tempatkan nilai-nilai dan perspektif anda untuk berpusat pada hubungan anda dengan Dia dan apa yang Dia katakan dalam FirmanNya. Hal ini tidak terjadi dalam sedetik saja, ini merupakan proses dan perjalanan seumur hidup. Namun jika anda mulai memperbaharui pikiran anda dengan kebenaran dan tidak meletakkan �confidence� sepenuhnya pada kemampuan anda sendiri setiap harinya, anda akan membangun �confidence� yang kokoh dan tidak tergoyahkan walaupun anda tengah berada dalam keraguan dan ketakutan yang terbesar. Karena Dia jauh lebih besar daripada semuanya itu.(fis)

Sumber: joyce meyer

ANTARA MEMBERI DAN MENERIMA

Memberi dan menerima bukanlah suatu tindakan yang asing. Semua manusia akan dengan mudah mengatakan bahwa kedua tindakan tersebut merupakan bagian integral dari aktivitas hidup manusia setiap hari, suatu aksi yang sangat spontan sehingga tak perlu membuang banyak waktu untuk berpikir tentangnya. Namun sesuatu yang amat biasa terkadang menuntut suatu pertimbangan yang lebih dalam untuk memahaminya.

Antara kedua tindakan tersebut sangat sulit untuk dibuat prioritas tindakan manakah yang lebih penting dan harus didahulukan. Ada sekian banyak konteks yang harus turut dipertimbangkan untuk memberikan penekanan pada satu dari kedua aksi tersebut.

Dalam dunia psikoterapi, yang juga amat menuntut keterlibatan kedua tindakan tersebut, �therapeutic acceptance� lebih banyak dipandang sebagai unsur penting dalam sebuah proses penyembuhan, lebih dari pada berbagai �technological medicine� lainnya. Kebanyakan klien yang mengalami goncangan psikologis melihat hidupnya amat tidak bernilai.

Carl Gustav Jung, seorang psikiater terkenal asal Swiss, mengindikasikan bahwa sepertiga dari pasien yang datang kepadanya menderita kehampaan makna hidup (the meaninglessness of life). Hal ini bertolak dari ketidak-sanggupan klien untuk menemukan arti dari keberadaan dirinya sendiri, yang mencakup keseluruhan aspek personalitasnya.

Dalam situasi seperti ini, tindakan �menerima� yang diekspresikan sang psikiater akan melahirkan suatu pemahaman baru dalam diri klien. Dia akan menyadari bahwa dirinya ternyata masih memiliki sesuatu, bahwa dia masih memiliki kata-kata yang layak didengar, sekurang-kurangnya oleh dia�� yang kini sedang berada di depannya.

Adalah suatu kebahagiaan terbesar dalam hidup untuk menyadari bahwa saya masih layak didengarkan, masih layak diterima, masih layak dicintai dan mencintai. Dalam proses inilah si klien perlahan-lahan menemukan arti dirinya, dan inilah awal dari suatu proses penyembuhan.

Namun tindakan memberi dan menerima itu dapat pula dilihat dari sudut pandang yang lain. Oral Roberts dalam bukunya �Miracle of Seed-Faith� memberikan tekanan utama pada tindakan �memberi�. Tindakan memberi, apapun bentuknya baik material maupun rohaniah seperti pemberian kemampuan diri, bakat ataupun waktu bagi orang lain, ditempatkan Roberts sebagai benih-benih yang tertabur, yang pada baliknya akan bertumbuh dan memberikan panen yang berlimpah.

Dalam Kitab Suci terdapat banyak kisah tentang hal ini. Pemberian lima buah roti dan dua ekor ikan bagi banyak orang di padang gurun ternyata menjadi benih iman untuk menghasilkan dua belas bakul roti.(Matius 14, 13-21). Pemberian perahu oleh Simon Petrus untuk digunakan Yesus mengajar orang banyak tentang kabar gembira Kerajaan Allah, ternyata menjadi benih iman untuk menghasilkan banyak ikan.(Lukas 5, 1-11).

Di sini Oral Roberts menunjukkan bahwa tindakan kita untuk memberi tidak pernah berlangsung sia-sia, tetapi bahwa dalam tindakan tersebut baik si penerima maupun si pemberi sama-sama menerima �sesuatu�. Bahkan si pemberi menerimanya kembali dalam jumlah yang telah dipergandakan. Namun hal ini tidak dimaksudkan untuk memperkokoh paham kuno �do ut des�, memberi untuk menerima kembali (saya memberi agar engkaupun memberi).

Tetapi inilah kebenaran yang ditawarkan oleh Yesus sendiri, �Berilah maka kamu akan diberi.�(Lukas 6, 38). Dan bahwa si pemberi akan menerima kembali sesuai ukuran yang dipakai dalam memberi kepada orang lain.

Begitulah... Sesuatu yang kita berikan akan diterima kembali. Yang terpenting adalah bahwa pemberian tersebut terjadi dalam konteks �benih iman� yang tertabur, yang menuntut keyakinan kita untuk menempatkan Allah sebagai pusat segalanya, yang akan mempergandakan pemberian itu dan melimpahkannya kembali kepada si pemberi dalam bentuk dan sarana yang tak dipahami manusia.

Kita sepatutnya berpikir seperti Petrus yang bertanya kepada Yesus bahwa ia telah memberikan segala sesuatu tetapi apa upah yang akan diperoleh? Yesus menjawab �...kamu akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.� (Matius 19, 29).

Sumber: chc

Recent Post